J.P. Guilford: Structure of Intellect
(Struktur Kecerdasan)
Created by: Rizki Alfath
Diolah dari berbagai sumber
Sekilas Tentang J.P. Guilford
J.P. Guilford atau Joy Paulus Guilford lahir pada
tanggal 7 Maret 1897 di daerah Marquette, Nebraska, Amerika Serikat, beliau
wafat pada tanggal 26 Nopember 1987 di Los Angeles. J.P. Guilford adalah
seorang psikolog asal Amerika Serikat untuk studi psikometri tentang kecerdasan
manusia.
Struktur Intelegensi
Inteligensi dan IQ
Inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak
secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara
efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu
kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi adalah:
a.
Faktor bawaan atau keturunan
Penelitian membuktikan bahwa
korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan di antara 2
anak kembar, korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti
lainnya adalah pada anak yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40 –
0,50 dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10 – 0,20 dengan ayah dan
ibu angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara
terpisah, IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka
tidak pernah saling kenal.
b.
Faktor lingkungan
Walaupun ada ciri-ciri yang
pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan
perubahan-perubahan yang berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari
otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain
gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan
juga memegang peranan yang amat penting.
Orang seringkali menyamakan
arti inteligensi dengan IQ, padahal kedua istilah ini mempunyai perbedaan arti
yang sangat mendasar. IQ atau singkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat
tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai
taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara
keseluruhan.
Pengukuran Inteligensi
Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, dua
orang psikolog asal Perancis merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai
untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas khusus (anak-anak
yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binet-Simon. Tes ini kemudian
direvisi pada tahun 1911.
Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari
Amerika mengadakan banyak perbaikan dari tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya
adalah menetapkan indeks numerik yang menyatakan kecerdasan sebagai rasio
(perbandingan) antara mental age dan chronological age. Hasil perbaikan ini
disebut Tes Stanford–Binet. Indeks seperti ini sebetulnya telah diperkenalkan
oleh seorang psikolog Jerman yang bernama William Stern, yang kemudian dikenal
dengan Intelligence Quotient atau IQ.
Tes Stanford–Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak
sampai usia 13 tahun. Salah satu reaksi atas tes Binet–Simon atau tes Stanford–Binet
adalah bahwa tes itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles Spearman
mengemukakan bahwa inteligensi tidak hanya terdiri dari satu faktor yang umum saja
(general factor), tetapi juga terdiri
dari faktor-faktor yang lebih spesifik.
Teori ini disebut Teori Faktor (Factor Theory of Intelligence). Alat tes
yang dikembangkan menurut teori faktor ini adalah WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children)
untuk anak-anak. Di samping alat-alat tes di atas, banyak dikembangkan alat tes
dengan tujuan yang lebih spesifik, sesuai dengan tujuan dan kultur di mana alat
tes tersebut dibuat.
Inteligensi dan Bakat
Inteligensi adalah kemampuan untuk berpikir secara
abstrak, merespon secara benar dan tepat serta menyesuaikan dengan lingkungan.
Di dalam struktur inteligensi menurut Guilford juga terkandung komponen
ingatan. Inteligensi merupakan suatu konsep mengenai kemampuan umum individu
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam kemampuan yang umum ini, terdapat
kemampuan-kemampuan yang amat spesifik. Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini
memberikan pada individu suatu kondisi yang memungkinkan tercapainya
pengetahuan, kecakapan, atau ketrampilan tertentu setelah melalui suatu
latihan. Inilah yang disebut Bakat atau Aptitude.
Karena suatu tes inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap
kemampuan-kemampuan khusus ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui lewat
tes inteligensi. Alat yang digunakan untuk menyingkap kemampuan khusus ini
disebut tes bakat atau aptitude test.
Tes bakat yang dirancang untuk mengungkap prestasi
belajar pada bidang tertentu dinamakan Scholastic
Aptitude Test dan yang dipakai di bidang pekerjaan adalah Vocational Aptitude Test dan Interest Inventory. Contoh dari Scholastic Aptitude Test adalah tes
Potensi Akademik (TPA) dan Graduate
Record Examination (GRE). Sedangkan contoh dari Vocational Aptitude Test atau Interest
Inventory adalah Differential
Aptitude Test (DAT) dan Kuder
Occupational Interest Survey.
Inteligensi dan Kreativitas
Kreativitas merupakan salah satu ciri dari
perilaku yang inteligen karena kreativitas juga merupakan manifestasi dari
suatu proses kognitif. Meskipun demikian, hubungan antara kreativitas dan
inteligensi tidak selalu menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan. Skor IQ yang
rendah memang diikuti oleh tingkat kreativitas yang rendah pula. Namun semakin
tinggi skor IQ, tidak selalu diikuti tingkat kreativitas yang tinggi pula.
Sampai pada skor IQ tertentu, masih terdapat korelasi yang cukup berarti.
Tetapi lebih tinggi lagi, ternyata tidak ditemukan adanya hubungan antara IQ
dengan tingkat kreativitas.
Para ahli telah berusaha mencari tahu mengapa ini
terjadi? J. P. Guilford menjelaskan bahwa kreativitas adalah suatu proses
berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai
alternatif jawaban berdasarkan informasi yang diberikan. Sebaliknya, tes
inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat
konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang
logis berdasarkan informasi yang diberikan. Ini merupakan akibat dari pola
pendidikan tradisional yang memang kurang memperhatikan pengembangan proses
berpikir divergen walau kemampuan ini terbukti sangat berperan dalam berbagai
kemajuan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
inteligensi merupakan potensi yang diturunkan dan dimiliki oleh setiap orang
untuk berfikir secara logis, berfikir abstrak dan kelincahan berfikir. Belakangan
ini banyak orang menggugat tentang kecerdasan intelektual unidimensional, yang konon dianggap sebagai anugerah yang dapat mengantarkan
kesuksesan hidup seseorang. Pertanyaan muncul, bagaimana dengan tokoh-tokoh
dunia, seperti Mozart dan Bethoven dengan karya-karya musiknya yang
mengagumkan, atau Maradona dan Pele sang legenda sepakbola dunia. Apakah mereka
termasuk juga orang-orang yang genius atau cerdas?
Dalam teori kecerdasan tunggal (unidimensional), kemampuan mereka yang demikian
hebat ternyata tidak terakomodasikan. Maka muncullah, teori inteligensi yang
berusaha mengakomodir kemampuan-kemampuan individu yang tidak hanya berkenaan
dengan aspek intelektual saja. Dalam hal ini, Teori Multiple Inteligence, dengan aspek-aspeknya sebagai tampak dalam
tabel di bawah ini:
Pengembangan Bakat Matematika
Karakteristik siswa berbakat dalam bidang
matematika (Greenes, dalam Munandar, 1999): fleksibilitas dalam mengolah data,
kemampuan luar biasa untuk menyusun data, ketangkasan mental, penafsiran yang
orisinil, kemampuan luar biasa untuk mengalihkan gagasan, dan kemampuan luar
biasa untuk generalisasi. Greenes menambahkan bahwa siswa berbakat matematika
lebih menyukai komunikasi lisan daripada tulisan. Saran bagi guru dalam
merencanakan model pembelajaran bagi siswa yang berbakat matematika: mendorong
pertimbangan dan pemikiran mandiri, mendorong siswa untuk menggunakan berbagai
metode untuk memecahkan masalah yang sama, mendorong siswa untuk melakukan
pengecekan, memberikan masalah yang menantang dan luar biasa Kecakapan
potensial seseorang hanya dapat dideteksi dengan mengidentifikasi
indikator-indikatornya.
Jika kita perhatikan penjelasan tentang
aspek-aspek inteligensi dari teori-teori inteligensi di atas, maka pada
dasarnya indikator kecerdasan akan mengerucut ke dalam tiga ciri yaitu:
kecepatan (waktu yang singkat), ketepatan (hasilnya sesuai dengan yang
diharapkan) dan kemudahan (tanpa
menghadapi hambatan dan kesulitan yang berarti) dalam bertindak.
Dalam rangka Program Percepatan Belajar (Accelerated Learning), Balitbang
Depdiknas telah mengidentifikasi ciri-ciri keberbakatan peserta didik dilihat dari aspek kecerdasan, kreativitas dan komitmen terhadap tugas, yaitu:
- Lancar berbahasa (mampu mengutarakan
pikirannya);
- Memiliki rasa ingin tahu yang besar
terhadap ilmu pengetahuan;
- Memiliki kemampuan yang tinggi dalam
berfikir logis dan kritis
- Mampu belajar/bekerja secara
mandiri;
- Ulet menghadapi kesulitan (tidak
lekas putus asa);
- Mempunyai tujuan yang jelas dalam tiap kegiatan
atau perbuatannya
- Cermat atau teliti dalam
mengamati;
- Memiliki kemampuan memikirkan
beberapa macam pemecahan masalah;
- Mempunyai minat luas;
- Mempunyai daya imajinasi yang
tinggi;
- Belajar dengan dan cepat;
- Mampu mengemukakan dan mempertahankan
pendapat;
- Mampu berkonsentrasi;
- Tidak memerlukan dorongan (motivasi)
dari luar.
Contoh Penerapan Teori Guilford Dalam Pembelajaran Matematika
Dalam pembelajaran matematika, contoh soal
kreativitas yang dikembangkan oleh Guilford diterapkan mulai pada tingkat taman
kanak-kanak, yaitu dalam mengenal bilangan, dan menggambar bangun datar dan
bangun ruang. Pada tingkat sekolah dasar
maupun menengah bahkan pada tingkat perguruan tinggi terdapat beberapa materi
yang esensisal yang memungkinkan anak untuk berkreativitas misalnya materi
geometri.
Salah satu contoh materi menentukan kretifitas
siswa dalam memecahkan masalah:
- Siswa di kelas diperkenalkan sebuah bangun ruang, yaitu kubus ABCDEFGH yang disusun dari beberapa bidang sisi, siswa dikelas diperkenalkan salah satu jaring-jaring kubus:
Siswa diberikan waktu untuk
memikirkan berdasarkan contoh yang telah diberikan untuk menemukan sendiri
susunan jaring-jaring kubus yang lain.
- Dalam lomba pacuan kuda terdapat 15
lebih kaki kuda daripada ekornya. Berapa banyak kuda pada lomba itu?
Penyelesaian:
Cara 1.
Misal x
= banyak kuda dan x juga menyatakan
banyak ekor kuda.
x + 15 = 4x
3x
= 15
x = 5.
Jadi, Banyak kuda adalah 5
Cara 2.
Kaki kuda 4 dan ekor satu.
Lebihnya ada 15
Kaki dikurangi ekor ada 3
Bagi 15/3 = 5.
Banyak kuda adalah 5.
Cara 3.
Banyak kuda adalah 5.
Dari tabel kalau lebihnya pasti kelipatan
3, jadi banyak kuda dapat dicari dengan membagi 3 dari lebih kakinya. Misalkan
lebihnya 36, maka banyak kuda pasti 12.
- Bagaimanakah cara mendapatkan 6 liter
air dari suatu bak, bila hanya tersedia gelas ukuran 9 liter dan 4 liter?
Kesimpulan
Kreativitas, menurut Guilford dapat dinilai dari
ciri-ciri aptitude seperti
kelancaran, fleksibilitas dan orisinalitas, maupun ciri-ciri non-aptitude,
antara lain temperamen, motivasi, serta komitmen menyelesaikan tugas. Guilford
mengemukakan bahwa inteligensi dapat dilihat dari tiga kategori dasar atau “faces of intellect”, yaitu : Operasi
Mental (Proses Befikir), Content (Isi
yang Dipikirkan), Visual (bentuk
konkret atau gambaran). Auditory. Word Meaning (semantic). Symbolic
(informasi dalam bentuk lambang, kata-kata atau angka dan notasi musik).
Behavioral (interaksi non verbal yang diperoleh melalui penginderaan, ekspresi
muka atau suara) dan Product (Hasil
Berfikir).


No comments:
Post a Comment